Baru saja beberapa saat lamanya beristirahat, Patih mendengar suara yang berseru-seru dari kejauhan; ketika diamat-amati jelas seperti orang yang minta tolong. Ia kaget sekali, begitu pula keempat puluh orang tamtama memasang telinga. Pada saat ia akan naik ke atas kudanya, dari arah timur datanglah orang-orang menunggang kuda yang dibiarkan lari. Tapi dari kejauhan sudah kelihatan kuda-kuda yang berlari itu sudah lemas. Orang-orang yang berkuda itu seorang demi seorang terjatuh dari kudanya. Sebagian ada yang terbaring di atas punggung kuda, sebagian lagi ada yang terseret-seret, karena kakinya tersangkut pada sanggurdi. Ketika sudah dekat jelas kelihatan bahwa orang-orang yang datang itu bukan musuh, melainkan Mantri Jero dan prajurit-prajuritnya. Mantri Jero hampir tak keruan rupanya, pakaiannya compang-camping, sobek-sobek seperti dicabik-cabik, rambutnya kusut, sudah tidak bertutup kepala, sehingga rambutnya melambai-lambai ditiup angin. Mantri Jero dan teman-temannya berhenti. Kudanya agaknya kehabisan nafas, karena dilarikan demikian jauhnya tanpa berhenti-henti, maka jatuhlah ia. Mantri Jero terguling dari kudanya, lalu pingsan, malah kudanya mati seketika.