“Diakui atau tidak, kesalahan kami adalah membiarkan bunga-bunga cinta yang liar tumbuh bersemi di ladang hati kami. Membiarkan permainan terlarang itu menjadi racun.…” *** Nanang Wisnuaji, sarjana ilmu sosial dan putra pesisir, tergerak menyatukan diri bersama rekan-rekannya dalam perjuangan menolak ekploitasi alam berupa penambangan pasir besi yang ada di pesisir Kulon Progo. Di sanalah, Nanang bertemu Hida, rekan seperjuangannya. Kisah cinta mereka pun terajut di sela-sela demo menolak penambangan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menikah. Sayangnya, keinginan mereka untuk segera memiliki anak pupus gara-gara Hida keguguran. Semenjak itu, Hida berubah. Ia semakin sering berada di kantor lembaga pergerakannya untuk mengurusi berbagai aksi ketimbang berlama-lama di rumah. Pada waktu bersamaan, Nanang justru berhubungan kembali dengan Seruni, perempuan penambang pasir yang pernah ditemuinya. Pertemuan demi pertemuan itu menautkan kembali hati Seruni pada Nanang. Dan, itu membuat Nanang lupa diri. Hida akhirnya berketetapan hati mengadopsi anak, yang kemudian diberi nama Qusyairi. Kehadiran anak itu tidak membuat Nanang tersadar. Ia justru semakin sering bertemu Seruni. Lantas, bagaimanakah nasib rumah tangga Nanang dan Hida? Benarkah cinta Nanang dan Seruni semakin hari semakin tak dapat dipisahkan? Simak novel indah ini. Niscaya, akan Anda dapatkan banyak pelajaran tentang perjuangan idealisme, hidup, rumah tangga, dan cinta sesungguhnya!