“Walau diriku diterjang oleh dahsyatnya angin badai kematian, namun kebenaran tetaplah kebenaran, di mana setiap keadilan membutuhkan penegak hukum yang jujur dan adil. Walau mungkin hanya diriku ternama, tapi… kematian selalu membayang tiap detik oleh mereka, yang ingin membunuhku dengan pedangnya. Dan, mereka selalu berkata, ‘Apakah keadilan itu masih ada?” Satu per satu, pejabat kerajaan tewas dengan leher terpenggal golok. Bahkan, Hakim Bao yang terkenal adil pun tak luput dari percobaan pembunuhan. Benar-benar menggusarkan hati Hakim Bao yang diperintahkan Baginda Raja untuk menangkap sang pembunuh sadis. Sementara di Tung Si, seorang pemuda, Tan Ping, tepergok memegang golok di dekat tubuh kaku Sing Hung Yen, seorang pensiunan pejabat kota. Menjadikannya terdakwa berbagai pembunuhan terhadap para pejabat. Maka, tak ada ampun lagi, hukuman penggallah yang pantas untuknya. Namun, sesaat sebelum keputusan dijatuhkan, Hakim Bao melihat keganjilan pada diri Tan Ping. Hakim Bao meragu. Mungkinkah ada Tan Ping lain di luar sana sebagai pembunuh yang asli? Keadilan Hakim Bao benar-benar diuji. Mampukah ia menemukan pembunuh yang sebenarnya sekaligus mengungkap motif di balik pembunuhan berantai? Sungguh sebuah novel yang berhasil mengangkat tema heroisme dengan cara yang sedemikian memikat! Berjibun pesan moral terselubung!