Menghadap-Nya pada bulan Ramadhan, dua puluh hari terakhir, dishalatkan di Masjidil Haram, dikuburkan di Ma’la. Sungguh, aku iri pada cara matimu, Bu... Aku meradang, marah, kecewa, sedih, luka, tanpa kuasa kubendung, ibu diambil oleh-Nya, di negeri jauh, jauh sekali. Ahh, akhirnya aku mengalami; hari-hari di mana gemerlap materi tak secuil pun punya kuasa menebus wajah ibu agar tak pergi dari pelukku. *** Inilah catatan-catatan perih seorang anak yang ditinggal mati oleh ibunya tercinta. Catatan-catatan yang membuat kita kian mengerti makna cinta, hidup, dan mati. Ibu, sejarahmu selalu terang di hatiku...