Perempuan sering dikenal sebagai invisible hand di dunia pertanian. Mereka ada dan penting bagi pengelolaan pertanian, namun kurang dianggap dalam penguasaan dan pemanfaatan produk pertanian. Isu diskriminasi hak-hak perempuan akibat bias gender telah menggema untuk mendapat perhatian. Sebenarnya sejauh mana peran petani perempuan dalam pengelolaan lahan perkebunan kopi arabica, khsususnya di Sumatera Utara? Di Sumatera utara, pada masyarakat adat dalihan natolu, perempuan adalah sub-ordinat bagi laki-laki. Adat dalihan natolu dikenal sebagai strong patrilineal seolah tidak memberi peluang bagi perempuan untuk mengambil keputusan dalam sistem sosial, bahkan dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk perkebunan kopi arabika. Delapan dari sepuluh pekerjaan perkebunan kopi rakyat arabica dikerjakan oleh perempuan di Sumatera Utara. Namun pemilihan jenis tanaman, pemanfaatan dan pengambilan keputusan secara dominan ditentukan oleh laki-laki (suami). Dipandang dari Pembangunan pertanian berkelanjutan, khususnya perkebunan kopi rakyat membutuhkan peran perempuan. Oleh sebab itu penting penguatan hak-hak perempuan dalam sistem penguasaan lahan (tenure) pertanian. Hal itu dapat dicapai dengan memahami kondisi dan status perempuan yang sebenarnya dalam pembangunan pertanian khususnya pada perkebunan kopi arabika di masyarakat adat dalihan natolu. Temukan jawabannya dibuku ini.