Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bergulir setelah reformasi bermula dari Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sampai pada perkembangan terakhir hadirnya istilah atau klausul dalam undang undang yang mengatur mengenai Calon Tunggal yang berimplikasi munculnya Kotak Kosong sebagai pendamping Calon Tunggal dengan sistem perhitungan mayoritas absolut, 50+l. Buku ini diangkat dari penelitian, mengkaji dan menelaah fenomena calon tunggal dan merumuskan 8 (delapan) indikator bagi Pelaksanaan Pilkada Demokratis, Konstitusional oleh Kelembagaan Politik dalam skala Pembangunan Politik. Delapan Agenda Pilkada Serentak Demokratis Konstitusinal: 1. Keputusan KPU tidak dibatalkan PT TUN/ MA; 2. Keputusan KPU menetapkan calon berdimensi demokratis; 3. Hubungan kewenangan antara KPU dengan Bawaslu pada satu kepentingan yang sama, yaitu berlangsungnya Pilkada secara “demokratis” ; 4. KPU menghormati aspirasi rakyat dan dukungan partai; 5. Partai politik dipormulasi agar mencalonkan dan hanya sampai batas jumlah suara yang dipersayaratkan bagi calon; 6. Batasan mencalonkan dan dicalonkan transparan, tidak diskriminatif, tidak rumit dan tidak transaksional; 7. Kewenangan PT TUN dan MA dalam sengketa Pilkada, dialihkan kepada Bawaslu, kekewenangan Bawaslu ditingkatkan hingga penyelesaian sengketa; 8. Pilkada terdesentralisasi dalam tatanan desentralisasi politik.