Hukum

Pemenuhan Hak-Hak Anak Pekerja Migran Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Perspektif anak masih jarang digunakan dalam kajian migrasi. Anak sering kali dipandang sebagai pihak yang pasif yang tidak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, termasuk ketika orang tua memutuskan bekerja ke luar negeri dan meninggalkan dalam jangka waktu lama. Bekerja ke luar negeri umumnya dipandang sebagai kondisi yang menguntungkan anak karena potensi penguatan kondisi ekonomi yang diperoleh (remittance) sebagai pekerja migran otomatis berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan anak. Permasalahan yang dialami anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) sampai saat ini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat dan organisasi pemerhati anak secara khusus. Pemerintah pusat maupun daerah, sejauh ini lebih banyak berpikir tentang pekerja migran perempuan yang jumlahnya sangat besar, bekerja di sektor informal, sebagai pahlawan devisa, jumlah remitansi yang dihasilkan, serta kasus kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami. Tidak banyak orang yang berpikir tentang dampak sosial pekerja migran yang terkait dengan keluarga dan anak-anak yang ditinggalkan. Perhatian berbagai kalangan pun terkuras untuk menyelesaikan persoalan pekerja migran di luar negeri. Hal ini berarti secara implementatif solusi yang diberikan juga lebih diarahkan pada orang tua yang menjadi pekerja migran, bukan anak dari pekerja migran yang ditinggalkan. Selain itu, minimnya program pemerintah untuk pemenuhan dan perlindungan hak anak PMI ditandai dengan terbatasnya hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas kelangsungan hidup, jaminan sosial, kualitas hidup bagi anak, dan tidak adanya anggaran khusus bagi pemenuhan hak anak PMI. Di samping itu, negara belum begitu serius dalam memenuhi hak anak PMI yang berhak untuk diakui di mana pun sebagai pribadi di muka hukum.

Untuk membaca, silahkan unduh aplikasi di bawah ini: