Suatu malam, Ajeng Maraaini sahabatku menelpon dari Lampung karena permintaanku, di kamar apartemenku tepatnya di daerah Babarsari, Yogyakarta. kala itu aku terserang depresi berat. Ia berusaha menenangkanku, selama kurang lebih setengah tahun menjelang pandemi banyak puisi-puisi lahir dari kedua tanganku secara ajaib.