Kata “pemberdayaan” adalah merupakan terjemahan dari kata “empowerment”. Konsep “empowerment”, atau “pemberdayaan” sering digunakan oleh banyak lembaga untuk mengekspresikan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan pendekatan pemberdayaan, termasuk para aktifis pembangunan di Perguruan Tinggi degan Tri Darmanya dan juga kegiatan “pemberdayaan masyarakat” yang dilakukan dan biayai secara “besar-besaran” oleh lembaga pemerintah pada umumnya. Dalam praktek di lapang, ada kesan “penyediaan modal” diyakini sebagai “pendekatan pemberdayaan” yang paling menentukan. Sebagai suatu konsep “alternatif pembangunan”, pada intinya “kegiatan pemberdayaan” adalah kegiatan “multi dimensi” yang memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung, partisipatif, demokratis, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung (Friedmann, 1992). Sebagai titik fokusnya adalah lokalitas, sebab “civil society” menurut Friedmann (1992) akan merasa siap diberdayakan lewat issue-issue lokal. Friedmann (1992) selanjutnya menegaskan bahwa konsep “empowerment”, merupakan hasil kerja dari proses interaktif baik di tingkat ideologis maupun praksis. Di tingkat ideologis, konsep “empowerment” merupakan hasil interaksi antara konsep “top-down dan bottom-up”. Dengan demikian “kegiatan pemberdeyaan” memikul misi besar berupa pendekatan pembangunan yagn menginterasikan antara “growth strategy dan people-centered strategy”. Sedangkan di tingkat praksis, interaktif akan terjadi antar rumahtangga dan masyarakat yang otonom. Buku ini mengacu pada konsep pemberdayaan “multi dimensi” disusun dalam delapan Bab berikut: BAB I: Pemberdayaan Multi-Dimensi : Pendekatan Pentagon aset dan Saptagon (Heptagon, Tujuh) Kelembagaan Akses Masyarakat Miskin. BAB II : Penguatan Aksesibilitas SDA Berkelanjutan BAB III : Penguatan Aksesibilitas Sarana-Prasarana dan Teknologi Ramah Lingkungan BAB IV: Penguatan Aksesibilitas SDM Rumahtangga Terhadap Pendidikan dan Latihan Vokasi. BAB V: Penguatan Aksesibilitas Kelembagaan Modal Finansial Secara Lokal BAB VI: Penguatan Aksesibilitas Pemasaran Ikan BAB VII: Penguatan Aksesibilitas Kelembagaan Modal Sosial dan Prasarana Lokal BAB VIII: Penguatan Aksesibilitas Politik dan Kebijakan Penganggaran Pembangunan Masyarakat Dalam masyarakat demokrasi yang merindukan kehidupan sejahtera, pendekatan heptagon akses dapat dijadikan acuan setiap komintas dan pembuat kebijakan untuk meraihnya.
Buku Buku ini mengusulkan pendekatan alternatif dan holistik dalam penanganan kemiskinan, yang disebut sebagai *Pemberdayaan Heptagon*. Pendekatan ini melibatkan tujuh aspek yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, yang bertujuan untuk membangun kekuatan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat miskin, terutama di daerah pesisir. Tujuh aspek tersebut meliputi penguatan aksesibilitas pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan, penguatan teknologi ramah lingkungan, penguatan aksesibilitas SDM dan pendidikan nelayan, penguatan aksesibilitas kelembagaan dan prasarana lokal, penguatan aksesibilitas penganggaran pembangunan masyarakat pesisir, serta penguatan modal sosial yang menjadi komplementer terhadap modal ekonomi. Buku ini juga menyoroti bahwa kemiskinan tidak dapat diatasi dengan pendekatan parsial, seperti hanya fokus pada aspek ekonomi atau sosial secara terpisah. Pendekatan heptagon menekankan pentingnya pengembangan yang multidimensi, dari level mikro hingga makro, sehingga memastikan keberlanjutan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan. Dengan pendekatan ini, buku ini memberikan rekomendasi strategis untuk penguatan ekonomi rumah tangga miskin dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.