Seorang muslim yang baik bukan mereka yang tidak pernah berbuat salah dan dosa, melainkan mereka yang segera mengintrospeksi diri dan beristighfar di setiap melakukan kesalahannya. Dalam sabdanya Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Sebaik-baik umatku adalah mereka yang ketika berbuat kesalahan segera bersitighfar, ketika berbuat kebaikan hatinya bahagia, dan ketika bepergian mereka mengqashar (shalat) dan berbuka (puasa).” (HR. Thabrani) Diriwayatkan, ketika Rasulullah saw. sedang berkumpul dengan sejumlah sahabatnya di masjid, masuklah empat orang laki-laki. Masing-masing datang membawa masalah yang ingin disampaikannya kepada Rasulullah saw. Orang pertama mengeluh karena di daerahnya sudah lama tidak turun hujan. Rasulullah saw. menasihatinya, “Beristighfarlah!” Orang kedua mengeluh karena sudah lama menikah, tetapi belum juga memperoleh keturunan. Rasulullah saw. menasihatinya, “Beristighfarlah” Orang ketiga mengeluhkan kesulitan ekonominya. Rasulullah saw. kemudian menasihatinya, “Beristighfarlah!” Orang keempat mengeluhkan tanah pertaniannya yang sudah tidak subur lagi. Lagi-lagi Rasulullah saw. menasihatinya, “Beristighfarlah!” Abu Hurairah yang saat itu ada bersama mereka terheran-heran, kemudian ia bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa kesulitannya banyak, tetapi obatnya satu?” Nabi saw. menegaskan: “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan melapangkan setiap kesusahannya, memberi jalan keluar setiap kesukarannya, dan memberi rezeki tanpa diduga-duga.” (HR Abu Dawud dan Nasa''i)