“Aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mengenangnya. Aku tidak peduli pada hal-hal lain, ia bisa memiliki apa pun yang ia mau jika saja aku mengetahuinya. Aku bisa saja menikahinya. Aku tahu semua keinginannya. Namun, satu-satunya hal yang tidak kuketahui adalah keinginannya untuk pergi berperang.” Di garis depan pertempuran Italia, Letnan Henry Frederich (seorang tentara) bertemu dengan Catherine Barkley (seorang perawat Inggris). Keduanya dikenalkan oleh Rinaldi teman Henry. Awal-awal masa perkenalan mereka, Catherine acap menceritakan tunangannya yang telah gugur di medan pertempuran. Beberapa waktu berikutnya, Henry pun menyatakan cinta pada Catherine, namun sekadar cinta yang main-main. Meskipun begitu, lama kelamaan, Henry benar-benar jatuh cinta pada Catherine. Ketika Catherine memutuskan untuk pergi ke Swiss, Henry dihadapkan pada dua pilihan: tetap berada di garis depan sebagai tentara atau mengikuti Catherine sebagai masyarakat sipil ke Swiss. Novel A Farewell to Arms menyentuh banyak isu; perang, budaya, kematian, dan cinta yang tidak melulu memuakkan. Tiap karakter dieksplorasi secara detail oleh ''pena'' Hemingway, sehingga pembaca akan merasa menjadi bagian cerita. Sebagian besar ceritanya diilhami pengalaman Hemingway ketika berada di front pertempuran Italia pada Perang Dunia I. Novel ini juga disebut-sebut sebagai salah satu karyanya terbaik dan berpengaruh terhadap sastra dunia. Bagaimana akhir kisah ini? Jalan manakah yang dipilih Henry?
Buku *A Farewell to Arms* – Pertempuran Terakhir Luka Batin Seorang Serdadu Buku ini mengisahkan kisah seorang prajurit yang terlibat dalam perang dan mengalami kehilangan serta kehancuran baik secara fisik maupun emosional. Melalui sudut pandang pribadi, kisah ini menggambarkan kekejaman perang, ketidakpastian hidup, dan kegagalan dalam mencari makna dan kebahagiaan di tengah kekacauan perang. Buku ini tidak hanya menggambarkan pertempuran di medan perang, tetapi juga menyentuh luka batin yang dalam, kehilangan cinta, dan keputusasaan seorang manusia di tengah chaos kehidupan. Dalam kisah ini, Hemingway menunjukkan bagaimana perang tidak hanya merusak tubuh, tetapi juga jiwa, membuat manusia menjadi terluka secara batin dan kehilangan arah hidupnya.