Suara-suara itu terdengar sangat mengerikan. Bisik-bisik di dalam kepalaku, terdengar semakin jelas. Awalnya, terdengar seperti gumaman, tapi kini, suara-suara itu semakin kencang, teramat bising dan memilukan, meski tak tampak sosok yang bersuara. Hanya aku dan kegaduhan yang semena-mena. ;Kau bisa mendengarku? Suara itu membisik ke telingaku. Terdengar jelas, namun serak dan basah. ;Ya, aku mendengarmu, balasku. ;Tapi kau tak bisa melihatku, kata suara itu. ;Persetan. Itu bukan urusanku! Siapa pun kamu dan apa pun kamu, aku tak peduli! Bentakku. ;Kalau cuma hantu, atau iblis sekalipun, aku tidak takut! Kau dengar itu? Aku tidak takut! Seketika, dinding-dinding di sekitarku seolah bergetar. Suara-suara jeritan malam semakin jelas terdengar. Lantai-lantai seolah berguncang menimbulkan suara derak tak beraturan. Namun, aku bergeming, tetap tenang dan tetap terdiam di atas kursi goyang sembari mencengkeram menahan guncangan. Aku menyapukan pandangan ke sekeliling rumahku, seolah dinding-dinding bergerak-gerak sembari menatapku dengan benci.
Tuan Kesepian adalah sosok yang terasing dari dunia luar. Dengan penampilan yang tidak menarik dan kehidupan yang terasing, ia terjebak dalam kebencian dan kesepian yang terus-menerus menggerogoti dirinya. Di tengah ketidakpuasan terhadap kehidupannya, ia merasa terpinggirkan oleh keluarganya, yang lebih mengagumi adiknya yang tampan dan populer dibandingkan dirinya. Dengan kecerdasan di atas rata-rata, ia tidak mampu mengubah nasibnya yang terasa tak berkesudahan. Dalam keheningan yang menggerogoti jiwa, ia terus berjuang untuk mencari arti kehidupan, meski dalam kesendirian yang membunuhnya secara perlahan. Buku ini menggambarkan perjalanan penuh penderitaan, kebencian, dan keinginan untuk diterima, dalam sebuah cerita yang mengguncang hati dan pikiran.