Di tengah kemajuan wacana kesetaraan gender, masih tersisa ironi yang tak banyak dibahas seperti perempuan yang merendahkan perempuan lain karena ekspresi femininnya. Buku ini membongkar lapisan psikologis dan sosial dari fenomena perempuan yang menolak atau membenci sisi feminin baik dalam diri sendiri maupun orang lain. Dengan pendekatan psikologi dan analisis budaya Indonesia, buku ini mengeksplorasi luka batin, trauma masa kecil, internalisasi patriarki, hingga persaingan sosial yang kerap membentuk bias terhadap feminitas. Melalui narasi populer yang tajam dan reflektif, pembaca diajak menelusuri bagaimana feminitas sering disalahartikan sebagai kelemahan, dikaitkan dengan ketertinggalan, bahkan dijadikan sasaran ejekan oleh sesama perempuan. Padahal, feminitas bukan kebalikan dari kekuatan ia adalah kekuatan itu sendiri, dalam wujud yang berbeda. Buku ini tidak hanya mengungkap, tetapi juga menyembuhkan. Dengan studi kasus nyata, referensi akademik, dan ajakan untuk berdamai dengan diri sendiri, buku ini menjadi ruang aman untuk merekonsiliasi perbedaan antarperempuan dan membangun solidaritas tanpa penghakiman.