Novel ini membawa pembaca menyelami kehidupan seorang guru yang tampak tenang dan berwibawa, namun menyimpan pergulatan batin yang mendalam. Di balik senyumnya, Bu Wangi berhadapan dengan dilema besar: tunduk pada sistem yang menekan atau memperjuangkan murid-muridnya yang dianggap bermasalah. Novel ini menggambarkan bagaimana seorang guru berjuang menjaga idealisme dan kreativitas murid-muridnya di tengah tekanan kebijakan yang membatasi. Dengan menggunakan metafora Duck Syndrome, novel ini menggambarkan kontradiksi antara penampilan luar yang tenang dan perjuangan batin yang penuh gejolak. Bu Wangi, seperti bebek yang mengapung tenang di permukaan air namun kakinya terus mengayuh panik di bawahnya, menghadapi kenyataan pahit dalam dunia pendidikan. Novel ini tidak hanya menyajikan kisah seorang guru, tetapi juga refleksi mendalam tentang tantangan yang dihadapi oleh para pendidik dalam menjaga hati nurani mereka.