Setiap bab dalam buku ini merupakan pintu masuk menuju perdebatan sejarah yang belum selesai. Dari sosok Soekarno yang dipuja sekaligus dikritik, hingga jejak kolonialisme yang menyisakan ambiguitas antara luka dan infrastruktur, semua dihadirkan untuk menunjukkan bahwa sejarah adalah ladang makna yang tidak selalu rapi. Bahkan narasi sejarah yang terkesan kokoh pun menyimpan retakan-retakan tafsir yang layak dieksplorasi. Buku ini juga tidak lepas dari semangat dekolonisasi pengetahuan. Kita diajak untuk menelaah ulang sejarah lokal yang selama ini dikecilkan nilainya, tradisi lisan yang dicemooh sebagai