Kazuki lahir tanpa pernah mengenal sosok ayah. Sejak kecil, ia dibesarkan oleh Kakek Bima dan Nenek Sari, sementara sang ibu, Mama Rina, seolah menjadi bayangan yang datang dan pergi. Hidupnya dipenuhi tarik-menarik antara mereka yang mengaku mencintainya, tetapi tidak pernah benar-benar mendengarkan suaranya. Saat ibunya menikah lagi, Kazuki mulai menjadi rebutan. Ia seolah menjadi benda yang bisa dimiliki, bukan seorang anak dengan hati dan perasaan. Perdebatan tentang di mana ia harus tinggal terus terjadi, membuatnya merasa semakin kehilangan dirinya sendiri. Ia dicari, diperebutkan, tetapi tak pernah benar-benar ditemukan. Bertahun-tahun kemudian, Kazuki berusaha merangkai hidupnya sendiri. Ia mengejar pendidikan di Jogja, berharap menemukan kebebasan, tetapi justru dihadapkan pada kesepian, luka batin, dan kenyataan hidup yang jauh lebih sulit dari dugaannya. Di saat terpuruk, satu-satunya yang bertahan di sisinya adalah Bumantara, kekasihya. Perjalanan Kazuki bukan hanya tentang memilih antara keluarga atau kebebasan. Ini adalah kisah pencarian makna diri, keberanian untuk bersuara, dan menemukan cinta yang tak menuntut cinta yang membiarkannya menjadi dirinya sendiri.