Kota yang baik tidak selalu diukur dari tinggi bangunannya atau luas jalannya, tapi dari seberapa dalam ia dikenali dan dirasakan oleh warganya. Kita semua tahu, ada ruang yang kita rindukan bukan karena tampilannya, tapi karena kenangannya. Pasar tradisional adalah salah satunya. Di Surakarta, kami menemukan bahwa pasar bukan sekadar ruang ekonomi, melainkan simpul sosial, ruang simbolik, dan tempat di mana identitas kota dibentuk dan dibuktikan setiap hari. Tapi ketika modernisasi datang begitu cepat, banyak ruang publik kita mulai kehilangan akar. Bentuk boleh megah, tapi makna sering terpinggirkan. Dari sinilah kami memulai penulisan buku ini. Bukan untuk sekadar menyusun teori, tapi untuk menjawab pertanyaan mendasar: bagaimana mempertahankan otentisitas ruang dalam dunia kota yang terus berubah? Jawaban kami adalah: Authenticity Driven Placemaking (ADPM) sebuah pendekatan baru dalam merancang dan merevitalisasi ruang kota berbasis tiga dimensi: spasial, sosial, dan simbolik. Model ini bukan hanya hasil dari meja kerja akademik, tetapi lahir dari obrolan dengan pedagang, pemetaan aktivitas warga, observasi aroma dan irama pasar, serta dialog mendalam tentang memori kolektif. Kami tidak menulis buku ini untuk menjelaskan pasar, tapi untuk mengajak Anda membaca kota dengan cara yang baru, cara yang lebih peka, lebih partisipatif, dan lebih manusiawi. Di dalamnya ada peta, cerita, metode, dan refleksi semua dirajut untuk satu tujuan: menjaga agar kota tetap punya jiwa.