Di tengah pusaran perubahan yang ditandai oleh era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan Society 5.0, pendidik ditantang untuk tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga menjaga nilai-nilai luhur kemanusiaan. Teknologi boleh canggih, namun tanpanya jiwa, pendidikan akan menjadi ladang produksi yang kehilangan nurani. Inilah yang menjadi panggilan Marhaenisme Pendidik: menjadikan guru sebagai subjek transformatif yang menghidupkan harapan rakyat kecil melalui kelas-kelas pembelajaran yang membebaskan. Buku ini tidak hanya berbicara tentang filosofi, tetapi juga tentang aksi. Ia tidak semata menjadi refleksi pemikiran, tetapi juga mengusulkan strategi dan solusi: bagaimana menyusun kurikulum berbasis pembebasan, bagaimana mengajar dengan pendekatan dialogis, bagaimana memimpin sekolah dengan hati nurani, dan bagaimana memperkuat gerakan guru sebagai kekuatan kolektif yang mengguncang status quo.