Masyarakat Bugis dan Makassar sama-sama percaya bahwa asal usul elite politik mereka bermula dari mitos Tomanurung (pemimpin yang turun dari langit). Kedua etnis sama-sama menginginkan pola hubungan antara penguasa dan masyarakat bersifat kontraktual. Ini berarti bahwa kendati secara simbolik masyarakat memberikan otoritas yang besar kepada si pemimpin, namun di waktu yang bersamaan, pemimpin harus taat dengan kesepakatan yang diberikan sang pemberi simbol, yakni Tomanurung.