Pasar tradisional bukan sekadar ruang jual beli; ia adalah cermin dinamika ekonomi rakyat, pusat interaksi sosial, dan denyut kultural yang terus hidup dalam lanskap kota. Namun, di tengah laju modernisasi dan tekanan urbanisasi, pasar tradisional menghadapi tantangan serius: kehilangan relevansi, minim inovasi tata kelola, dan terdesak oleh dominasi pusat perbelanjaan modern. Penelitian ini lahir dari keprihatinan sekaligus harapan. Sebagai tim akademisi lintas bidang dari Universitas Sebelas Maret, kami merasa perlu hadir bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai perumus solusi. Kami mendekati pasar tradisional bukan dari romantisme semata, melainkan dengan metodologi yang kuat dan sistematis, menggabungkan pendekatan deskriptif-spasial, analisis distribusi logistik (distribution-linkage), dan pemetaan rantai pasok (supply-chain) untuk mengungkap wajah pasar dari sisi yang selama ini kurang tersorot. Selama dua tahun, kami meneliti 44 pasar tradisional di Kota Surakarta, menggali jejak distribusi barang, pola interaksi pelaku pasar, dan potensi wisata yang tersembunyi di balik kios-kios sederhana. Kami memetakan kekuatan dan kelemahan sistem, merancang prototipe tata kelola yang efisien sekaligus humanis, dan menyusun rekomendasi kebijakan berbasis data dan bukti lapangan.