merona, menjadi keteduhan yang selalu dinanti oleh Latusha Aubrille. Sudah hampir selama 1 jam sepasang netra hazel itu bersitegang dengan sisa-sisa pancaran binar sang baskara yang menjadi amunisinya akhir- akhir ini. Suara letupan jejak rintik hujan yang tertinggal menyapa rok putih abu-abunya menjadi terabaikan sebab perasaan-perasaan sakit hati tertimbun dalam afeksi. Hujan berjuta meteor pembawa kehancuran telah siap ditunggu sebagai harapan di setiap ulang tahunnya, untuk mengacaukan benak orang-orang yang memberi batasan akan hal-hal yang tidak perlu. Sayang sekali, Latusha melantunkan pengharapan itu untuk ayahnya sendiri. Latusha jadi benci rumah sejak kelahirannya dibatasi oleh pendapat-pendapat di luar nalar mengenai bahwa ia terlahir sebagai seorang perempuan. Apa salahnya dengan itu? Sayangnya, berbagai estimasi ditelan dan menjadi sarapan keseharian Latusha mengenai beredarnya diskriminasi yang ditetapkan oleh papanya di rumah.