Awalnya jaminan kebendaan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek hanya gadai dan hipotik, selaras dengan pembedaan benda atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Kemudian mengikuti kebutuhan hukum masyarakat, berkembang berbagai lembaga jaminan kebendaan lainnya, yakni jaminan fidusia yang hakikatnya merupakan gadai tanpa penguasaan, diikuti dengan hak tanggungan, terus hak jaminan atas resi gudang. Selain itu dalam Burgerlijk Wetboek juga diatur jaminan perorangan. Kehadiran lembaga-lembaga jaminan ini untuk mengatur penyelesaian utang-piutang, apalagi jika debitor tidak mampu lagi melunasi utangnya. Melalui buku ini akan dikupas secara rinci, runut, dan luas mengenai kedudukan dan perkembangan pengaturan hukum jaminan dalam perspektif sistem hukum keperdataan, termasuk prinsip jaminan syariah.