Antologi ini memuat 91 karya. Dari kata-kata penulisnya, I Wayan Jatiyasa, seorang dosen di STKIP Agama Hindu, Kota Amlapura, menunjukkan bahwa sumber puisi-puisinya adalah pengalaman. Terutama di dunia kerjanya selaku dosen. Tidak dapat ditampik lagi jika pendekatan mimetik dan ekspresif dapat digunakan sebagai metode membaca karya-karya ini. Puisi selalu bersentuhan dengan pengalaman sebagai mimesis yang merupakan keniscayaan abadi dalam sastra dan seni. Pemilik pengalaman ini tiada lain adalah sastrawan yang lewat media sastra, mengekspresikan semua itu secara indah. Maka puisi tidak bisa dipahami sebatas imajinasi. Puisi adalah konstruksi ekspresif penyair atas hal-hal dalam hidup yang dijumpai. Pun 91 puisi dalam antologi Pejuang Waktu yang tengah ada di tangan pembaca ini. Setidaknya hal ini diakui oleh I Wayan Jatiyasa, seperti pada kutipan bait berikut. Aku belajar menulis bukan untuk sombong