-->
Segala bentuk keputusan kini ada di tangannya, lengkap dengan segala risiko dan konsekuensinya. Ia memutuskan untuk berjuang di ibu kota, jauh dari orang-orang terdekat yang selama ini menjadi tempatnya bersandar. Awalnya, langkahnya terasa limbung dan penuh kehampaan, seakan harapan tak lagi menyertainya. Namun, ia segera menepis segala keraguan itu. Dengan tekad yang kuat, ia bangkit, meyakini bahwa nasib ada di genggamannya sendiri. Antara cita, asa, dan cinta, semuanya tidak bisa diraih dengan mudah, apalagi seketika. Bahkan, berusaha menghempaskan rasa cinta yang telah lama bersemayam di relung hatinya adalah tantangan yang berat. Ia sadar, hidup tidak selalu tentang cinta, meskipun cinta itu tetap hadir di sudut hatinya. Namun, mencintai setiap yang datang dalam hidupnya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ia memilih untuk tetap fokus pada tujuan awalnya: menyelesaikan studinya. Dengan perjuangan dan keringatnya sendiri, ia mengabaikan setiap kehadiran yang menawarkan cinta. Baginya, cinta bisa menunggu, tetapi cita-cita tidak. Ia tak ingin ada penyesalan di ujung perjalanannya. Penyesalan adalah sesuatu yang tidak pernah membawa manfaat, hanya meninggalkan luka. Bagaimana perjuangan cita, asa, dan cintanya akan berakhir? Benarkah cita, asa, dan cinta harus diperjuangkan hingga titik terakhir? Dan apakah penyesalan adalah harga yang harus dibayarnya? Semua jawaban ada di dalam buku Kisah Relung Hati 3. TAMAT