Tenaga kesehatan terutama perawat yang bekerja di rumah sakit dan merawat pasien Covid-19 mengalami kecemasan yang cenderung traumatis. Respon saat itu yang paling menonjol dari kejadian ini yakni sepanjang tahun 2019-2021 adalah rasa cemas terhadap penularan terhadap kelompok rentan, perasaan takut tertular, takut meninggal, takut menulari keluarga bahkan perasaan takut ditolak warga. Kecemasan ini datang dan pergi seiring suara raungan sirene ambulans dan pengumuman warga yang meninggal di pengeras suara masjid. Kecemasan ini adalah suatu rasa ketakutan yang penyebabnya tidak jelas, susah tidur, konsentrasi yang menurun, iritabilitas, terjadinya penurunan produktifitas dan konflik antar pribadi. Stikma negatif dan diikuti dengan rasa ketidakpastian serta merasa tidak aman. Penanganan kecemasan dapat melalui pendekatan farmakologis dan dapat pula dengan pendekatan non-farmakologis yaitu terapi komplementer. Terapi bekam adalah teknik pengekopan pada kulit selama lima menit yang dilanjutkan perlukaan goresan tipis dipermukaan kulit untuk mengeluarkan sampah metabolisme. Perlakuan terapi bekam pada kulit akan menstimulasi produksi opium melanokortik endorphin yaitu opiat alami pada otak yang akan diproduksi ketika ada bagian tubuh diberi perlakuan berupa pengekopan. Hormon ini akan bersifat analgesik dan membuat senang dan menimbulkan efek anti nyeri dan juga efek anxiolityc (anti cemas) Hasil penelitian menunjukan terdapat penurunaan kuantitas cemas sebelum dan setelah dilakukanperlakuan terapi bekam. Ekspresi opioid dan neuropeptida endogen ini juga memiliki efek analgesik dan antidepresan pada jaringan kulit selain efek pereda nyeri. Jadi terapi bekam sangat dianjurkan dilakukan pada tenaga kesehatan -terutama perawat dan dokter- yang terpapar langsung dengan pasien covid-19 saat pandemic kemarin.